

ESENSIAL NEWS – Momen Idul Adha yang bertepatan dengan hari Jumat menjadi perbincangan menarik di tengah umat Islam. Tidak sedikit yang bertanya-tanya, jika sudah melaksanakan salat Id di pagi hari, apakah masih tetap wajib mengikuti salat Jumat di siang harinya?
Pertanyaan ini bukan hal yang baru dalam perjalanan fikih Islam. Bahkan, sejak masa Rasulullah SAW, kasus seperti ini sudah pernah terjadi dan dijelaskan dalam sejumlah hadis serta penafsiran para ulama lintas mazhab.
Salah satu hadis penting yang sering dirujuk adalah riwayat Zaid bin Arqam, di mana Rasulullah SAW disebut telah memberikan keringanan kepada umatnya yang sudah mengikuti salat Id untuk tidak lagi melaksanakan salat Jumat. Namun demikian, beliau tetap memberi kesempatan kepada yang ingin menunaikan Jumat untuk melakukannya. Artinya, tidak ada larangan mutlak, melainkan bentuk rukhshah atau kelonggaran dalam beribadah.
Dalam artikel yang ditulis oleh Alhafiz Kurniawan di NU Online, dijelaskan bahwa ulama Syafi’iyah memaknai keringanan tersebut secara khusus untuk penduduk pedalaman. Maksudnya, mereka yang jauh dari masjid Jumat dan telah datang ke kota demi mengikuti salat Id, diperbolehkan untuk langsung pulang dan tidak perlu kembali lagi untuk salat Jumat. Ini disebutkan dalam kitab Raudhatut Thalibin karya Imam Nawawi, yang menegaskan bahwa hukum tersebut berlaku dengan syarat tertentu.
Menariknya, pandangan ulama berbeda-beda. Mazhab Hanafi, misalnya, tetap mewajibkan salat Jumat bagi semua, baik penduduk kota maupun desa, tanpa pengecualian. Di sisi lain, Imam Ahmad bin Hanbal memberikan kelonggaran bagi semua pihak; siapa pun yang sudah salat Id, tidak wajib lagi salat Jumat dan cukup menggantinya dengan salat Zuhur. Bahkan, Imam Atha memiliki pandangan yang lebih longgar lagi, bahwa setelah salat Id, tidak perlu lagi melaksanakan salat lainnya selain salat Ashar.
Namun demikian, kembali ditegaskan oleh Alhafiz Kurniawan (NU Online) bahwa dalam konteks Indonesia khususnya di Pulau Jawa dan kota-kota besar akses terhadap masjid sangatlah mudah. Hampir setiap desa memiliki masjid yang menyelenggarakan salat Jumat, sehingga alasan jarak tidak lagi relevan sebagaimana kondisi penduduk pedalaman di masa lalu.
Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang umumnya tidak mengalami kesulitan geografis untuk ke masjid, maka para ulama di Indonesia cenderung kembali pada hukum asal: salat Id tetap dianjurkan, dan salat Jumat tetap wajib. Keduanya tidak saling menggugurkan.
Dalam situasi seperti ini, umat Islam dianjurkan untuk menunaikan keduanya sebagai bentuk ketakwaan dan penghormatan terhadap syariat. Kelonggaran (rukhshah) memang ada, namun konteksnya harus dipahami secara cermat agar tidak disalahartikan dan malah menjadi sebab meremehkan kewajiban agama. (*)