







ESENSIAL NEWS – Dunia pesantren dihebohkan dengan munculnya tagar #BoikotTrans7 yang viral di berbagai platform media sosial usai penayangan program “Xpose Uncensored” di Trans7 pada Senin, 13 Oktober 2025. Tayangan tersebut menuai kritik keras lantaran dianggap melecehkan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, serta menyinggung kehormatan para kiai dan tradisi pesantren.
Kontroversi bermula ketika program “Xpose Uncensored” menayangkan episode dengan judul provokatif, “Santrinya Minum Susu Aja Kudu Jongkok, Emang Gini Kehidupan Pondok? Kiainya yang Kaya Raya, Tapi Umatnya yang Kasih Amplop.” Narasi yang disajikan dalam tayangan itu dinilai publik bersifat tendensius dan mendiskreditkan kehidupan pesantren, terlebih menjelang peringatan Hari Santri Nasional pada 22 Oktober mendatang.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menyampaikan protes keras terhadap Trans7. Menurutnya, tayangan tersebut tidak hanya menyalahi etika jurnalistik, tetapi juga menghina lembaga pendidikan Islam tradisional yang memiliki kontribusi besar bagi bangsa. “Tayangan Trans7 itu secara terang-terangan melecehkan bahkan menghina pesantren, menghina tokoh-tokoh pesantren yang sangat dimuliakan oleh Nahdlatul Ulama. Ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh dunia pesantren,” tegasnya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

Gus Yahya menilai, konten seperti itu berpotensi mengganggu keharmonisan sosial dan membangkitkan kemarahan masyarakat, khususnya kalangan santri dan warga Nahdliyin. Ia menuntut agar pihak Trans7 bertanggung jawab secara etis dan profesional atas dampak yang ditimbulkan.
Menanggapi gelombang kritik tersebut, Trans7 akhirnya mengeluarkan surat permohonan maaf resmi tertanggal 13 Oktober 2025 yang ditujukan kepada pihak Pondok Pesantren Lirboyo, terutama PP Putri Hidayatul Mubtadiat. Dalam surat itu, pihak stasiun televisi mengakui adanya kelalaian dalam proses penayangan yang menimbulkan kesalahpahaman publik dan merugikan nama baik pesantren.
Kecaman juga datang dari Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Indonesia (OIAA), Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi. Melalui unggahan video di media sosialnya, TGB menegaskan bahwa pesantren merupakan salah satu pilar utama pendidikan nasional dan telah berkontribusi besar terhadap perjuangan kemerdekaan hingga pembangunan bangsa. Ia menilai narasi negatif terhadap pesantren adalah bentuk pelecehan terhadap sejarah dan nilai luhur pendidikan Islam di Indonesia.
“Pesantren adalah jangkar utama pendidikan nasional kita. Jutaan anak bangsa belajar di sana, dan dari pesantrenlah nilai-nilai kebangsaan tumbuh subur. Karena itu, saya mengecam keras tayangan televisi yang mendiskreditkan pesantren dan tradisinya. Hal seperti ini tidak boleh terulang kembali, dan pelakunya harus bertanggung jawab secara moral dan hukum,” ujar TGB.
Gelombang kecaman ini menunjukkan bahwa dunia pesantren dan masyarakat luas masih sangat menghormati nilai-nilai moral, budaya, dan spiritual yang dijaga oleh lembaga pendidikan Islam tradisional. Kasus ini juga menjadi peringatan penting bagi media agar lebih berhati-hati dalam menyajikan konten, menjaga etika jurnalistik, serta menghormati institusi keagamaan yang menjadi bagian penting dari jati diri bangsa Indonesia.
