
ESENSIAAL NEWS – Pemerintah Kecamatan Loa Kulu mulai mendorong perencana Desa Loh Sumber sebagai destinasi agrowisata berbasis sejarah dan budaya.
Desa yang terletak di wilayah dengan tanah subur ini dinilai punya kekayaan lokal yang belum banyak diangkat ke permukaan.
Dengan puluhan situs sejarah peninggalan masa penjajahan dan sektor pertanian yang masih kuat, Loh Sumber dinilai memiliki potensi untuk menjadi desa wisata edukatif yang memberi dampak langsung pada perekonomian warga.
Plt Sekretaris Camat Loa Kulu, Khairuddinata, menyebut ada 53 situs sejarah yang telah berhasil dipetakan, sebagian besar berada di kawasan Loh Sumber. Salah satu yang paling menonjol adalah Tugu Pembantaian Jepang, yang kini mulai dikenalkan lewat forum-forum pelestarian budaya.
“Desa ini punya sejarah panjang dan budaya kuat. Ini peluang besar untuk pengembangan wisata edukatif yang bisa menambah pendapatan masyarakat,” ujarnya, Senin (26/5/2025).
Di samping nilai sejarah, sektor pertanian juga menjadi kekuatan utama masyarakat Loh Sumber. Komoditas seperti padi dan sayur-mayur menjadi penghidupan utama warga. Inilah yang membuat konsep agrowisata sangat mungkin dikembangkan secara terpadu.
Menurut Khairuddinata, kombinasi antara wisata sejarah dan pertanian dapat menciptakan pengalaman menarik bagi wisatawan, sekaligus menjaga keberlanjutan potensi lokal.
Dengan pendekatan itu, desa tak hanya menjadi tujuan, tapi juga pelaku utama dalam pembangunan wisata.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan tidak hanya bergantung pada potensi alam dan sejarah. Keterlibatan masyarakat, kemitraan dengan pelaku usaha lokal, serta perencanaan yang matang dinilai menjadi kunci utama.
Salah satu tradisi warga yang masih bertahan hingga kini adalah Sedekah Bumi, sebuah kegiatan tahunan yang menjadi bentuk rasa syukur atas hasil panen dan sekaligus memperkuat hubungan sosial antarwarga.
Tradisi ini pun dianggap bisa menjadi agenda wisata budaya, yang menghidupkan desa tanpa kehilangan nilai-nilai aslinya.
“Kami ingin desa ini berkembang tanpa kehilangan jati dirinya. Pengembangan wisata harus tetap berpijak pada kekuatan lokal yang sudah dimiliki,” tegas Khairuddinata. (ADV/MA)