
ESENSIAL NEWS – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) resmi menunda rencana pembongkaran Jembatan Besi di Jalan Danau Semayang, Kecamatan Tenggarong.
Keputusan ini diambil menyusul hasil rapat koordinasi yang melibatkan akademisi, ahli cagar budaya, tokoh masyarakat, dan perwakilan pemerintah daerah, pada Senin (14/4/2025).
Penundaan dilakukan untuk memberi ruang pada kajian lebih mendalam yang mempertimbangkan dua aspek utama: kondisi teknis dan nilai historis jembatan. Struktur yang membentang di atas Anak Sungai Mahakam itu telah lama berdiri dan dinilai memiliki keterkaitan emosional dan sejarah bagi masyarakat sekitar.
Jembatan Besi diketahui masuk dalam daftar Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB), meski belum ditetapkan secara resmi sebagai cagar budaya nasional. Status ini menjadikan jembatan sebagai struktur yang harus dikaji secara seksama sebelum diambil tindakan pembongkaran atau alih fungsi.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kukar, Wiyono, menyampaikan bahwa berdasarkan hasil kajian dari Politeknik Negeri Samarinda, kondisi jembatan mengalami penurunan akibat faktor usia dan korosi. Namun, karena menyangkut warisan sejarah, pihaknya memutuskan menangguhkan seluruh aktivitas fisik pembongkaran.
“Keselamatan tetap jadi perhatian, tapi kami juga harus mempertimbangkan aspirasi warga dan nilai sejarah yang melekat,” jelas Wiyono kepada awak media.
Sebagai bentuk tindak lanjut, Pemkab Kukar akan membentuk tim teknis dan kultural lintas sektor guna mengkaji ulang fungsi, kekuatan struktur, serta potensi pelestarian jembatan. Selama proses ini berlangsung, kontrak kerja dengan pihak ketiga juga ditangguhkan sementara.
Wiyono tak menampik terkait adanya kekurangan dalam komunikasi publik terkait rencana awal pembongkaran. Ia menyatakan, ke depan pihaknya akan lebih terbuka dan melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan yang berdampak luas.
Pemkab juga menegaskan bahwa penundaan ini bukan bentuk penghentian total, melainkan jeda untuk memastikan keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kehendak kolektif masyarakat.
“Kami belajar banyak dari proses ini. Aspirasi warga adalah pertimbangan utama, dan kami tidak ingin membuat keputusan terburu-buru yang bisa disesali di kemudian hari,” tutup Wiyono. (ADV/AD)