
ESENSIAL NEWS – Jakarta, 13 Januari 2025. Mahkamah Konstitusi (MK) memulai sidang perdana terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kutai Kartanegara (Kukar) hari ini, Senin (13/1), pukul 13.00 WIB. Sidang ini menjadi perhatian besar karena juga membahas isu penting mengenai periodisasi jabatan kepala daerah.
Permohonan dalam sengketa Pilkada Kukar ini diajukan oleh tim kuasa hukum yang terdiri dari:
Tim hukum tersebut akan mempresentasikan argumen mereka di hadapan panel hakim MK sebagai langkah awal dalam proses penyelesaian sengketa.
Effendi Gazali, peneliti komunikasi politik dari Salemba School dan mantan Koordinator Program Pascasarjana Komunikasi Politik UI, menyampaikan pandangannya. Ia menyatakan bahwa permasalahan mengenai periodisasi jabatan kepala daerah sudah sangat jelas.
“Ini sudah seperti basuluah matohari, cetho welo-welo. Kepala daerah yang telah menjabat akumulatif lebih dari satu periode dan melebihi 2 tahun 6 bulan tidak diperbolehkan mencalonkan diri kembali dalam pilkada. Ini sesuai dengan prinsip demokrasi dan konstitusi kita,” jelas Gazali.
Ia juga menegaskan bahwa konstitusi hanya mengizinkan seorang kepala daerah menjabat maksimal dua kali lima tahun (total 10 tahun). Jika diperbolehkan maju kembali, hal ini berpotensi memperpanjang masa jabatan hingga lebih dari 12 tahun, yang jelas bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Gazali merujuk pada beberapa putusan MK sebelumnya yang menolak penghitungan akumulatif masa jabatan kepala daerah:
“Seluruh putusan tersebut konsisten menolak interpretasi yang memperpanjang masa jabatan kepala daerah di luar batas konstitusional. Prinsipnya sederhana: masa jabatan dihitung riil, termasuk periode sebagai penjabat sementara,” tegas Gazali.
Boyamin Saiman, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), turut menyampaikan pandangannya. Ia menegaskan bahwa putusan MK harus menjadi acuan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lembaga terkait lainnya.
“MK sudah memberikan panduan jelas. Masa jabatan dihitung riil, baik itu jabatan definitif maupun penjabat sementara. Tidak ada alasan untuk memanipulasi aturan ini. Jika ada upaya untuk memelintir, itu tindakan koruptif,” tegas Boyamin.
Effendi Gazali juga memprediksi bahwa jika isu ini terus berlanjut, tidak hanya Pilkada Kukar yang akan diminta untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU), tetapi juga daerah lain yang situasinya serupa. Ia mengimbau agar semua pihak menjaga integritas dan mematuhi prinsip-prinsip konstitusi.
Press Release dari Team Media Dendi-Alif
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi: Ichwan Adam
0811-1174-145