ESENSIAL NEWS – Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan tinggi. Saat ini, pertanyaan utama bukan lagi apakah AI dapat digunakan, melainkan bagaimana mengelola penggunaannya secara etis serta merancang regulasi yang dapat mengakomodasi peluang dan tantangan teknologi ini. Perguruan tinggi dan pemerintah di seluruh dunia dihadapkan pada kebutuhan mendesak untuk menciptakan kebijakan yang transparan, adil, dan berlandaskan etika.
Salah satu laporan penting dari European School Education Platform (25 April 2024) menyoroti bahwa tantangan utama dalam sistem AI adalah mencegah bias dan memastikan keadilan. Proyek-proyek Uni Eropa, seperti AgileEDU dan AI4T, menggarisbawahi perlunya data pelatihan yang representatif dan audit berkala untuk meminimalkan bias dalam algoritma AI. Transparansi dalam penggunaan AI juga ditekankan untuk meningkatkan kepercayaan pengguna, baik dosen maupun mahasiswa, dalam memahami cara kerja teknologi ini.
Manfaat AI dalam pendidikan sangat besar. AI dapat mempersonalisasi pembelajaran, meningkatkan akses pendidikan bagi mahasiswa di daerah terpencil atau dengan keterbatasan fisik, serta membantu pengajar dalam menganalisis kendala pembelajaran. Namun, tantangan seperti kesenjangan digital, privasi data, dan risiko bias dalam algoritma harus segera diatasi. Dalam konteks Indonesia, UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi menjadi landasan hukum penting untuk menjaga privasi dan keamanan data yang digunakan oleh sistem AI.
Selain itu, James Madison University dalam publikasi “Artificial Intelligence (AI) in Education” (2024) menyebut bahwa AI tidak boleh menggantikan interaksi manusia yang menjadi elemen penting dalam hubungan dosen dan mahasiswa. Ketergantungan berlebihan pada AI berpotensi mengurangi sentuhan humanis dalam pendidikan serta melemahkan pengembangan keterampilan sosial mahasiswa. Oleh karena itu, teknologi AI harus dilengkapi dengan pendekatan humaniora yang mempertahankan dukungan emosional dan etika pendidikan.
Pengembangan keterampilan juga menjadi aspek kunci. Perguruan tinggi harus mempersiapkan mahasiswa dengan keterampilan teknis untuk bekerja dengan AI, sekaligus memperkuat kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan etika. Sistem pendidikan yang didukung AI harus menciptakan peluang yang setara, terhindar dari bias, dan memastikan inklusivitas.
Diperlukan kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah untuk menciptakan pedoman etika dan kebijakan AI yang komprehensif. Proyek-proyek seperti SHERPA dan Aliansi AI Eropa menjadi contoh konkret bagaimana kerja sama lintas sektor dapat menghasilkan regulasi yang menjamin keadilan, aksesibilitas, dan transparansi. Dengan regulasi yang jelas dan kerangka kebijakan yang kuat, AI dapat diintegrasikan secara etis ke dalam pendidikan tinggi untuk mendukung tujuan pembelajaran yang adil dan berkelanjutan. (*)