Marak Anak Jalanan dan Gepeng di Samarinda, DPRD Desak Solusi Jangka Panjang dan Penampungan Layak

Foto: Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra. (Mayang Sari/ Nomorsatukaltim)

ESENSIAL NEWS – Fenomena anak jalanan (anjal) dan gelandangan pengemis (gepeng) di Kota Samarinda terus menjadi sorotan publik. Meski Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) secara rutin melakukan penertiban, keberadaan mereka justru semakin menjamur di sejumlah titik strategis, terutama di persimpangan jalan dan lampu merah. Salah satu insiden terbaru yang memicu keresahan masyarakat terjadi ketika seorang anjal yang menjual tisu menggores kendaraan pengendara saat lampu merah. Aksi agresif tersebut memicu reaksi keras dari warga, yang kemudian menyuarakan keluhannya melalui media sosial.

Sebagai respons atas keluhan tersebut, Satpol PP kembali melakukan penertiban terhadap sejumlah anak jalanan. Namun sayangnya, pelaku penggores kendaraan belum berhasil ditemukan. Anak-anak yang terjaring hanya dibina dengan memanggil orang tua mereka dan membuat surat pernyataan. Langkah ini dinilai belum menyentuh akar permasalahan dan dianggap sebagai solusi jangka pendek.

Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, turut angkat bicara menanggapi maraknya laporan masyarakat mengenai gangguan dari anjal, gepeng, dan manusia silver yang seringkali menghampiri pengendara secara paksa. Menurutnya, keluhan ini bukan hal baru, namun jika terus dibiarkan, akan menjadi persoalan sosial yang semakin kompleks. Ia menilai bahwa penertiban semata tidak cukup untuk menyelesaikan masalah ini. Solusi jangka panjang yang lebih manusiawi perlu segera diupayakan oleh pemerintah kota.

Samri menegaskan pentingnya menyediakan fasilitas penampungan dan pembinaan yang layak bagi para anjal dan gepeng. Ia mempertanyakan keberlanjutan penanganan setelah penertiban dilakukan, mengingat Satpol PP tidak memiliki fasilitas maupun anggaran untuk menampung mereka dalam jangka waktu lama. Menurutnya, diperlukan sinergi lintas instansi untuk merumuskan skema penanganan yang tidak hanya represif, tetapi juga rehabilitatif.

Sebagai langkah awal, pihak DPRD mendorong Satpol PP untuk menempatkan petugas di titik-titik rawan seperti lampu merah Jalan Juanda, Simpang Empat Sempaja, dan kawasan Lembuswana guna mencegah pergerakan anjal di ruang publik. Namun, Samri juga menekankan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam memutus rantai keberadaan anjal dan gepeng. Ia mengimbau warga untuk tidak lagi memberikan uang secara langsung kepada mereka. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur larangan memberi uang kepada pengemis dan anak jalanan. Pelanggaran terhadap perda ini bisa dikenai sanksi pidana hingga tiga bulan kurungan atau denda sebesar Rp50 juta.

Samri menegaskan bahwa langkah ini bukan bentuk kurangnya empati, melainkan bagian dari upaya membentuk tatanan sosial yang lebih tertib dan mendidik. Ia juga mengungkapkan bahwa DPRD telah melakukan rapat koordinasi bersama Satpol PP untuk mencari solusi jangka panjang yang komprehensif. Salah satu tantangan terbesar adalah fakta bahwa sebagian besar anjal dan gepeng yang ditertibkan bukan berasal dari Samarinda, melainkan pendatang dari luar daerah, bahkan luar Pulau Kalimantan. Beberapa di antaranya pernah dipulangkan ke daerah asal, namun kembali lagi ke Samarinda beberapa minggu kemudian.

Permasalahan ini menunjukkan bahwa tanpa adanya sistem penanganan terpadu dan dukungan anggaran memadai, upaya penertiban yang dilakukan hanya akan menjadi rutinitas tanpa hasil yang signifikan. Oleh karena itu, perlu adanya komitmen bersama antara pemerintah, legislatif, dan masyarakat untuk menyelesaikan masalah ini secara menyeluruh dan berkelanjutan. (*)

Sumber : NomorSatuKaltim

Berita & Artikel Terkait

ESENSIAL NEWS - Portal berita terpercaya yang menyajikan informasi terkini dan akurat dari berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, teknologi, gaya hidup, dan budaya. Kami berkomitmen untuk memberikan wawasan yang esensial bagi pembaca di seluruh Indonesia.