
ESENSIAL NEWS – Kutai Kartanegara, Sepanjang tahun 2024, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PT2TP2A) Kutai Kartanegara mencatat sebanyak 197 kasus kekerasan terhadap anak. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan yang memerlukan perhatian dan tindakan serius dari berbagai pihak.
Dari total kasus yang tercatat, kekerasan seksual menjadi bentuk kekerasan yang paling dominan. Hal ini menegaskan perlunya langkah lebih konkret dalam memperkuat perlindungan terhadap anak-anak di Kukar. Selain itu, kasus perundungan di lingkungan sekolah juga menjadi isu yang mendesak untuk segera ditangani.
Kepala UPT PT2TP2A Kutai Kartanegara, Farida, menyoroti dampak negatif perundungan terhadap perkembangan anak. Menurutnya, perundungan tidak hanya berpengaruh pada psikologis anak tetapi juga dapat menjadi penghambat dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 yang menargetkan generasi muda bebas dari kekerasan.
“Perundungan di sekolah harus segera mendapatkan solusi agar tidak terus terjadi,” ujar Farida pada Senin (3/2/2025).
Farida menegaskan bahwa upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kukar tidak hanya terfokus pada penanganan kasus. Pihaknya juga aktif melakukan sosialisasi guna meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih berani melaporkan tindakan kekerasan.
“Kami terus berupaya membangun kesadaran masyarakat agar mereka tidak takut melaporkan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Peningkatan jumlah laporan juga menunjukkan bahwa masyarakat mulai memahami pentingnya perlindungan anak,” jelasnya.
Selain itu, PT2TP2A menyediakan pendampingan bagi korban hingga kasusnya mendapatkan penyelesaian hukum. Langkah ini bertujuan untuk memastikan korban memperoleh perlindungan, dukungan psikologis, serta keadilan hukum yang layak.
“Jika kasus telah masuk ke ranah hukum, kami mendampingi korban dalam setiap prosesnya, termasuk dalam tahapan penyelidikan oleh kepolisian,” tambah Farida.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya layanan konseling bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan. Menurutnya, dampak kekerasan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga dapat mempengaruhi kondisi mental dan perilaku anak dalam jangka panjang.
“Pendampingan psikologis sangat diperlukan agar anak-anak korban kekerasan bisa kembali menjalani kehidupan dengan lebih baik,” tegasnya.
Dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak, PT2TP2A mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam upaya pencegahan dan pelaporan. Menurut Farida, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai lembaga terkait sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak-anak di Kutai Kartanegara.(*)