
ESENSIAL NEWS – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terus memperkuat upaya pelestarian warisan sejarah.
Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), sejumlah situs bersejarah mulai diinventarisasi dan diusulkan sebagai cagar budaya resmi.
Dari 15 lokasi yang diajukan sejak beberapa tahun terakhir, enam di antaranya telah mendapatkan pengakuan formal sebagai cagar budaya lewat Surat Keputusan (SK) Bupati Kukar.
Penetapan itu menjadi tonggak penting dalam menjaga peninggalan sejarah di daerah yang dikenal sebagai salah satu pusat peradaban tertua di nusantara.
Enam situs yang sudah masuk daftar resmi tersebut antara lain bangunan Magazine di Loa Kulu, Makam Tunggang Parangan di Kutai Lama, Suling Belanda di Anggana, serta Kantor Pos Sanga-Sanga. Selain memiliki usia bangunan yang cukup tua, tempat-tempat ini dianggap punya nilai sejarah dan kebudayaan yang signifikan.
Menurut Pamong Budaya Ahli Muda Bidang Cagar Budaya dan Permuseuman Disdikbud Kukar, M. Saidar, proses penetapan cagar budaya tidak bisa dilakukan sembarangan.
Lebih lanjut. Setiap situs harus melalui kajian akademis dengan standar ketat, termasuk aspek usia minimal 50 tahun, keaslian bentuk arsitektur, serta keterkaitan dengan sejarah dan identitas masyarakat setempat.
“Yang kami nilai bukan hanya bangunannya tua, tapi juga apakah ada nilai penting yang melekat di sana baik dari sisi sejarah, pendidikan, maupun spiritual,” kata Saidar, Kamis (15/5/2025).
Beberapa situs lain seperti Jembatan Besi di Tenggarong, Gedung Wanita, serta tiang-tiang telepon peninggalan era kolonial juga tengah dalam tahap evaluasi. Kajian mendalam masih terus berjalan sebelum bisa diusulkan sebagai cagar budaya.
Upaya ini disebut sebagai bagian dari strategi jangka panjang Pemkab Kukar dalam melindungi warisan leluhur.
Disdikbud Kukar berharap pelestarian ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan masyarakat sebagai penjaga identitas lokal.
“Warisan budaya tidak akan hidup kalau hanya diam di atas kertas. Kita ingin masyarakat juga merasa memiliki dan ikut menjaga keberadaannya,” ujar Saidar.
Pelestarian situs sejarah dinilai penting bukan hanya untuk tujuan edukasi atau pariwisata, tetapi juga sebagai cara menumbuhkan kesadaran sejarah generasi muda Kukar di tengah perubahan zaman. (ADV/MA)